Maleficent: Kisah Cinta Sejati

Menyenangkan nonton film dengan anak-anak. Mereka itu ‘genuine‘, masih asli. Tidak seperti orang dewasa yang sudah terkontaminasi sana-sini, hehe…

Baru-baru ini saya nonton Maleficent (produksi Disney film) bareng kedua anak saya. Si kakak yang menjelang SMA dan adiknya yang tahun ini masuk SD. Komentar kakak yang notabene anti cerita dongeng,”Bu, aku takjub dengan film ini, ndak mainstream.” Lalu kata adiknya,”Tukang sihir jahat tadi bisa jadi baik ya?” Dan kataku menggerutu,”Kok anaknya lebih mbelani tukang sihir daripada bapaknya sih?”

Pendapat pertama dari kakak menunjukkan dia punya ide yang sama tentang dongeng yang tidak biasa seperti pesan pada film itu.  Sedangkan si adik yang tidak punya ide bagaimana tukang sihir (karena saya tidak suka membacakan cerita dongeng untuknya), betul-betul melihat bagaimana seseorang berubah sifat dalam film itu.  Dan saya, sebagaimana orangtua lain, pasti ingin anak lebih berbakti pada orangtua daripada ke tukang sihir.

Film ini bercerita tentang kutukan Maleficent, perempuan penyihir, pada putri Aurora. Kutukan yang tidak ada sesuatu pun di muka bumi ini mampu mencegahnya.  Bahwa sebelum matahari tenggelam pada hari ulang tahun Aurora yang ke 16 nanti jari Aurora akan tertusuk jarum mesin pemintal lalu jatuh dalam tidur panjangnya. Dia hanya akan terbangun oleh ciuman cinta sejati. Maleficent sendiri sengaja menyebutkan ‘cinta sejati’ karena dia tahu ‘true love does not exist‘. Maunya dia, sang putri bakal tidur selama-lamanya.

Klasik.

Yang tidak klasik adalah bahwa ciuman cinta sejati yang membangunkan itu justru dia dapatkan dari Maleficent, penyihir yang memberikan kutukan padanya. Dan ending-nya, Aurora memilih tinggal di The Moor — kerajaan Maleficent — dan berbahagia. Sebetulnya hadir juga tokoh pangeran yang biasanya kebagian peran membangunkan sang putri, tapi kali ini keberadaanya hanya sebagai cameo untuk mengecoh penonton.

Disini kita melihat proses. Maleficent yang marah dan menyimpan dendam pada raja sampai menjatuhkan kutukan pada putri raja, akhirnya jatuh hati pada Aurora yang mengira Maleficent adalah ‘fairy Godmother‘-nya. Itu gara-gara dia mengikuti hari-hari Aurora sampai tumbuh menjadi gadis remaja. Istilahnya, mengintili setiap hari. Aurora juga sering main ke daerah kekuasaan Maleficent. Selama itu memang Aurora tinggal terpisah jauh dari kerajaan agar terhindar dari jarum mesin pemintal. Dia tinggal di gubuk kecil di hutan berteman tiga bibi peri yang lagi-lagi sebagai cameo.

Pesannya adalah, cinta sejati tidak tumbuh begitu saja. Disana ada proses antara Aurora dan Maleficent. Cinta sejati bahkan dapat hadir di hati yang membatu penuh dendam. Yang sudah tidak percaya pada cinta sejati. Disini, cinta sejati itu cinta ibu kepada anak.

Seperti janji Maleficent sebelum mencium dahi Aurora:

“Tidak kubiarkan sesuatu pun menyakitimu, akan kujaga dirimu selama aku hidup.”

My kiddos, I love you both ;)
My kiddos, I love you both 😉

Published by

Safrina Dewi

Sebutir pasir dalam lautanNya, yang berusaha memaknai hari untuk mencapai ridhoNya...

6 thoughts on “Maleficent: Kisah Cinta Sejati”

  1. Betul, suatu kutukan haruslah spesifik dan detail spy lebih efektif, jd sebutin nama dan waktunya kapan yaaa…..

Leave a reply to Dimple Cancel reply