Kirim Paket ke eL-eN

"Diih, kirim paket ke luar negeri aja dilaporkan di blog? lebaay..." Mungkin begitulah yang ada di batin saudara-saudara setanah air Indonesia Raya (su'udzon).  Tapi ya harap dimaklumi, pengalaman pertama yang agak ruwet (baca: exciting) memang perlu dibagi, agar tidak ada orang lain yang mengalami keruwetan seperti saya.

Berawal dari teman di Nevada yang bertekad untuk selalu pakai baju batik saat ngantor, saya akhirnya ketitipan belanja baju batik sekaligus mengirimkannya ke dia.

Proses belanja baju batiknya memakan waktu berbulan-bulan bagaikan belanja satu container baju saja.  Empat potong baju batik itu masing-masing saya beli di selasar mall Ciputra Semarang, toko batik Jayakarta Semarang, ITC Surabaya, dan toko online.  Dan ternyata selain titip kepada saya, sang teman juga usaha beli via online.  Dua lembar baju yang dibeli tersebut pengiriman luar negerinya juga saya bantu karena dia merasa si ibu penjual mematok harga yang terlalu tinggi untuk jasa pengirimannya, yaitu 500 ribu melalui kantor pos.  Padahal kiriman pertama via tantenya di Solo hanya kena biaya 400 ribu.  Kedua harga tersebut berdasarkan tarip EMS (Express Mail Service) yang katanya si paket dikirim pakai pesawat terbang.

Ingin sedikit berhemat, kali ini sang teman meminta batiknya dikirim pakai RLN.  Tidak jelas RLN ini singkatan dari apa, tapi secara umum RLN adalah Jasa Pos Tercatat (registered mail) – seharusnya singkatannya jadi JPT ya?? — dan hanya melayani kiriman barang kurang dari 2 kg.  Kabarnya RLN ini pakai kapal laut, atau tongkang kalau lagi apes 😦

Sangat kemas bukan? :D
Sangat kemas bukan? 😀

Jauh-jauh hari sebelum saya kirim, si teman sudah bagi-bagi tips pembungkusan paket sebagai berikut:  Barangnya dibungkus plastik ya (biar kalau kecemplung laut batiknya tidak basah, dan tidak sampai ke rumah dia tentunya).  Sekalian diberi pelampung kali ya #eh.  Kemudian dibungkus kertas sampul coklat, ditempeli alamat, dibungkus sampul coklat lagi, ditempeli alamat lagi.  –> Untungnya tidak ada bungkus ketiga, keempat, dan seterusnya, karena kalau ini kado tentu agak-agak bikin si penerima annoyed.  Karena saya tidak ingin bungkus kertasnya tercabik-cabik, maka tiap bungkus saya buat full covered lakban bening.  Saya pintar kan 😉 #belilakbantigagulung.

Akhirnya disinilah saya, di kantor pos pusat kota Malang, ngantri kirim paket ke Amerika (whoa, kereen).  Begitu sampai di depan petugas pos saya sudah siap jawaban seperti yang diajarkan si teman.

Katakan kalau paketnya isi baju, jangan bilang itu bahan-bahan pembuat bom.  Dan kalau ditanya harga, bilang kurang dari sejuta, kalau lebih dari sejuta bakal kena pajak (kalau itu gak perlu bohong sih) #orangbaikbaik.

Dan yang pasti saya harus memilih jasa pengiriman RLN.  Eh, setelah itu malah disuruh isi formulir dulu di loket formulir.  Tau gitu dari tadi saja, gak perlu antri dua kali.  Setelah mengisi formulir dan sabar antri untuk kedua kalinya, sampai di depan petugas saya malah ditanya ,”Sudah dicatatkan di bea cukai mbak?”.  Oh wooooot, pikiran langsung melayang ke kantor bea cukai nun jauh disana.  Dengan gigih saya berargumen agar tidak perlu ke bea cukai dan yang pasti ngantri lagi.

Petugas kemudian menjelaskan kalau semua kiriman ke luar negeri harus dicatatkan di bea cukai dulu.  Yah sudahlah, tau gitu dari tadi mbaak.  Untungnya kantor bea cukai yang dimaksud masih satu kompleks dengan kantor pos (sudah sepaket kalee, hehe).  Di kantor bea cukai saya mengisi formulis rangkap tiga.  Formulir warna merah untuk arsip bea cukai, warna putih dengan stempel ‘Telah Dibukukan’ dilampirkan di paket, dan warna kuning sebagai arsip saya.

Akhirnya setelah tiga kali antri saya disodori biaya kirim 277.649 rupiah dengan penjelasan 3 minggu lagi sampai (seandainya saya bisa mengecilkan tubuh dan ikut paket itu, lumayan bisa keliling dunia).

Pengalaman berikutnya mengirimkan paket via EMS, ke teman yang sama.  Kalau ini tugasnya melanjutkan estafet pengiriman batik yang dia beli secara online di Solo.  Saya tinggal memberi label alamat, memberi bungkus kedua, dan melabel alamat lagi.

Kelihatannya bungkus ganda ini hanya perlu dilakukan untuk kiriman via EMS karena kabarnya bungkus kita akan dibongkar lagi dan diberi bungkus baru versi EMS.  Seperti penjelasan singkat beda RLN dan EMS yang saya dapatkan di sebuah blog.  Berikut informasi tersebut:

EMS

  1. Tarif lebih mahal daripada Pos Tercatat (RLN).
  2. Tarif dihitung per negara tujuan.
  3. Tarif dihitung per gram. Untuk paket standar, ukurannya 250 gram (seperempat kilogram), 500 gram (setengah kilogram) atau 1000 gram (satu kilogram).
  4. Estimasi sampai di tujuan adalah 5-7 hari kerja.
  5. Barang tidak perlu dipacking, karena nanti akan dibongkar kembali menggunakan plastic bag khusus EMS.
  6. Barang bisa diketahui / dilacak keberadaannya karena ada Tracking Number. Tracking number berfungsi hingga barang sampai di tempat tujuan dan diterima.

Pos Tercatat (RLN)

  1. Tarif lebih murah daripada EMS.
  2. Tarif dihitung per negara tujuan, tetapi kurang lebih untuk negara-negara di Asia dan Eropa bisa diperkirakan, tarifnya sama.
  3. Estimasi sampai di tujuan adalah 15 hari kerja (paling cepat), bisa 2 bulan (paling lambat) atau hilang (kalau apes), hehe.
  4. Barang perlu dipacking rapi, diberi nama, alamat dan nomer telpon jelas.
  5. Ada tracking number, tetapi hanya bisa dilacak sampai Jakarta saja. Sebenarnya bisa dilacak hinggak ke tujuan dengan tracking number itu (TN), tetapi bukan melalui website Pos Indonesia melainkan melalui website pihak ketiga.
Sebagai tambahan informasi, keberadaan EMS bisa kita lacak melalui http://www.posindonesia.co.id/ dengan memasukkan tracking number yang tertera pada resi kiriman kita.
img_20170211_081646
Formulir EMS

Nah, karena ini pengalaman kedua, saya sudah lebih pintar.  Begitu parkir langsung menuju kantor bea cukai sebelah kantor pos.  Sedangkan formulir EMS-nya bisa kita dapatkan di meja petugas pos.  Dengan berat 704 gram, paket kedua ini kena biaya kirim sebesar 395 ribu rupiah dengan keterangan kurang lebih seminggu lagi sampai tujuan.

Sebagai informasi, kalau ingin memperkirakan biaya kirim paket kita, bisa melalui http://www.posindonesia.co.id/tnt/?ii=tarif-kiriman.  Pokoknya kantor pos sekarang sudah keren dan canggih.  Dengan catatan jasa ini hanya ada di kantor pos besar yang hanya ada satu di tiap kota/kabupaten.

img_20170211_081922
Seandainya bisa nunut berangkat… 😦

Demikianlah, saat ini saya dan si teman harap-harap cemas menunggu paket tiba.  Tadinya pengalaman ini akan dibagi setelah paketnya sampai tujuan.  Tapi, iya kalau sampai, kalau ndak? 😀

Published by

Safrina Dewi

Sebutir pasir dalam lautanNya, yang berusaha memaknai hari untuk mencapai ridhoNya...

4 thoughts on “Kirim Paket ke eL-eN”

  1. Halo,

    Terima kasih sudah sharing tentang pengiriman barang ke luar negeri.
    Saya mau tanya, apakah di kantor bea cukai diminta untuk bayar biaya bea cukai? Atau di sana hanya diminta untuk isi formulir?
    Dan berapa lama barang diterima oleh teman Anda? Apakah benar 3 minggu sampai?
    Saya berencana untuk mengirimkan barang ke Eropa melalui paket laut, tapi saya cek di website pos Indonesia, paket laut bisa sekitar 70 hari.

    Terima kasih atas sharingnya.

    1. Hai Maria, di kantor bea cukai kita tidak dikenai biaya tambahan apapun, hanya mengisi formulir yang menerangkan tentang isi paket kita. Pas pakai RLN memang lama ya, sekitar sebulan lebih, tapi seingat saya tidak sampai 2 bulan. Kalau jasa via EMS memang cepat, sesuai dengan perkiraan waktu yg disampaikan oleh petugas kantor pos. Selamat mengirim paket 🙂

  2. Wah saya kirim via EMS via kantor pos besar yogyakarta kok gak diminta mendaftarkan ke bea cukai dulu ya, mungkin aturannya telah berubah? Semoga sampai tujuan aja ya 🙂

Leave a comment